Wednesday, July 26, 2017

I Found My Life, My Universe

I am tying the knot in less than a month!
Yeah, I can't believe it's happening soon.

When I think of myself 6 months ago, who was a free soul and wasn't expecting a marriage at all, I couldn't believe it would be this fast.
And looking at me right now, I am dying to live with MY LIFE. Wait, living with my life? You must be wondering  what's that supposed to mean.

Yes, I found him. He's my life, my heartbeat, my world, my universe, and all the words that represent those...
I wasn't exactly searching for him but, I believe, everything happens at its best time.

He is Sinan, who used to be my chatting buddy a year and a half ago. We lost contact for 10 months (I guess), then we started talking again and at some point, he said that he wanted to get to know me more for marriage purpose.

A year and a half ago I didn't find him as a potential person that I could fall in love with, however it was always nice talking to him since he's such a sincere and kind soul. Then why did I say "Yes" when he wanted to go to a step further than just a friend?
First thing first, it's all destiny, it's all in God's hand. Couples of days before it happened, I felt like God had opened my heart and got me thinking that I might be ready for a marriage. Thus, I prayed to God to keep me and my destiny away from wrongdoings, whoever and wherever my destiny was, I was ready to meet him.
For this, I believe that Sinan telling me his intention was somehow something that I was praying for. When we started talking again after so long, I had different impression toward him. And the more we talked, the more I realized that he is the one. He taught me what an unconditional love is. For the first time in my life, I am willing to do anything (literally anything) for someone. Before, I was a kind of person who wouldn't like it when others interfering my life principles and decisions i made, not even my parents were allowed to. Now, it all changed, I like it when he minds my business, I need him to always mind my business.
I can't believe I can love someone more than I love myself. I get so easily carried away when it comes to him. His love has driven me into a whole different world, a magical and colorful world.

And by the way, 14 August 2017 will be the day when we first meet face to face for the first time. It's mind blowing how two people can fall in love deeply before they even see eye to eye in real life. We love and we trust, that what makes it possible.

Tuesday, January 24, 2017

Peternakan sapi di Gündünömü, Büyükcavuslu

Aysun menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi walaupun jalan menuju ke peternakan sangat terjal dan lumayan berkelok melewati sawah sawah dengan rumput hijau yang menjulang tinggi. Kesan pertama saya saat bertemu Aysun adalah sorang ibu yang cantik, ramah dan murah senyum. Selama perjalanan menuju guest house, Aysun menceritakan siapa saja volunteer yang ada di peternakan saat ini, terlihat jika dia sangat terkesan dan kagum dengan Moth, volunteer dari Kanada yang akan menjadi teman sekamar saya. Saya menceritakan perjalanan saya yang memakan waktu hamper 24 jam dan alasan mengapa saya membawa koper sebesar itu. Sesampainya di guest house Aysun menunjukan kamar tidur saya. Kamar tidurnya sempit, dengan dua kasur, satu lemari dan kamar mandi. Lalu Aysun memperkenalkan saya kepada Talbot, Nicola, dan Tatsuya.
Di bawah ini adalah gambar guest house yang ditempati para volunteer.

 Setelah mandi, saya bersama Talbot, Nicola, dan Tatsuya berjalan menuju rumah Aysun untuk makan malam bersama. Setibanya di rumah Aysun saya melihat meja makan besar yang penuh dengan hidangan ala Turki (ada sarma, mercimek, borek, dan bayak lagi) serta gelas yang berisi wine merah, namun untuk saya cukup air soda saja. Masakan Aysun sangat lezat, sepertinya memang semua wanita Turki itu pintar memasak. DI saat makan malam saya bertemu dengan Moth dan Mathilde yang menghabiskan sore tadi di dapur Aysun untuk membantu menyiapkan makan malam. Saya duduk di sebelah Mehmet, suami Aysun, selain menjalankan usaha peternakan bersama Aysun, Mehmet juga seorang guru musik di Istanbul kota. Kesan pertama saya, Mehmet itu orangnya  ramah, namun dia agak jarang tersenyum, santai, dan pendiam, saya rasa mereka adalah pasangan yang sangat romantis dan saling melengkapi.
Setelah makan malam, kami pulang ke guest house dan tiba-tiba ada anjing besar yang mengikuti kami dari belakang. Anjing milik Aysun itu bernama Mıtat, awalnya saya takut dengan anjing tapi kemudian Rosana, volunteer dari Inggris yang datang di hari kedua saya bekerja di sini, mengajarkan saya untuk tidak takut dan mengusap kepala si Mıtat. Sejak saat itu saya tidak lagi takut dengan anjing bhakan saya jadi suka memanggil dan mengusap kepala Mıtat.
Ini adalah gambar si Mıtat.
Mengenai system makan di sini, setiap dua hari dalam seminggu Aysun akan mempersilahkan para volunteer untuk makan malam di rumahnya, jadi selama 5 hari para volunteer bergilir menyiapkan sarapan dan makan malam di guest house untuk dimakan bersama di meja makan. Aysun memberikan uang belanja setiap minggunya dan para volunteer bergilir pergi ke pasar dan super market untuk membeli bahan makanan selama seminggu. Untuk makan siang adalah masakan catering yang diantar ke kantor peternakan, jadi para volunteer makan di kantor bersama seluruh pekerja di peternakan.
Dahulunya peternakan ini terjangkit bakteri yang membuat hampir semua sapi harus di bunuh, hanya tersisa beberapa sapi yang kemudian dicuri. Aysun kembali membangun peternakanya, dan kini peternakan ini sukses meraih banyak penghargaan karena kebersihan dan kesehatan sapi-sapi di sini. Aysun memang sangat memperhatikan kebersihan kandang serta kebahagiaan ternak, ia memperlakukan sapi-sapi perah ini seperti manusia yang tidak boleh di perlakukan kasar. Ada dua jenis sapi di sini, yaitu Fleckvieh (coklat putih) dan Holstein (hitam putih).
Volunteer diharapkan untuk bekerja selama 8 jam per hari dan mendapat satu hari libur setiap minggu. Untuk volunteer, ada dua shift yaitu pagi dan malam. Untuk shift pagi dimulai pukul 06.00 – 08.00, kemudian kembali lagi ke peternakan pukul 10.00 – 16.00. Shift malam dimulai pukul 10.00 – 18.00. Para volunteer tidak boleh pulang ke guest house sebelum jam yang sudah ditentukan. Jam enam pagi tugas volunteer yang mendapat shift pagi adalah menggiring sapi ke tempat pemerahan, sebelum itu bisa ke kantor terlebih dahulu untuk minum teh. Saat sapi sedang diperah susunya, para volunteer membersihkan kandang sapi dari kotoran yang sudah membanjiri kandang.
Ini adalah gambar kandang sapi yang saat itu sedang dibersihkan.


Sapi-sapi perah ini dibagi mejadi dua golongan dengan tempat yang terpisah sesuai dengan rentan usia seperti gambar di bawah ini, sapi-sapi di sebelah kanan ini lebih muda bandingkan dengan yang sebelah kiri.

Setelah kandang bersih dan sapi selesai diperah, tugas volunteer adalah menggiring sapi-sapi kembali ke kandang yang sudah bersih. Jika ada lebih dari dua volunteer, maka volunteer yang lain akan membantu pekerja peternakan bernama Ozkan yang ada di tempat pemerahan susu sapi. Ozkan yang juga tinggal di guest house bertugas menjaga peternakan semalaman suntuk dengan senapanya dan mengoperasikan pemerahan susu di pagi hari. Volunteer yang sudah handal bisa membantu memasangkan alat pemerah namun bagi pemula cukup membantu membersihkan puting-putting si sapi dengan antiseptik sebelum pasangi alat pemerah. Jika pemerahan susu sudah selesai, volunteer membantu membersihkan tempat pemerahan. Susu yang diperah akan secara otomatis disalurkan kedalam sebuah tangki pendingin.
Gambar di bawah ini adalah tempat pemerahan susu, ada Moth dan Ozkan yang sedang sibuk memasang alat pemerah.


Ini adalah gambar tangki pendingin yang digunakan untuk menampung susu dari tempat pemerahan.
Tugas selanjutnya adalah memberikan susu ke anak-anak sapi yang dipisahkan dari induknya dan masing-masing nank sapi ditempatkan di rumah kecil berwarna hijau. Susu diambil dari tangki pendingin untuk ditempatkan di semacam kontainer beroda, disebut taxi yang dilengkapi dengan mesin pemanas. Kontainer dibawa ke dapur dan susu dihangatkan hingga suhu tertentu, ini sangat penting agar anak sapi tidak terkena diare. Setelah hangat, susu dimasukan ke dalam botol besar yang ditutup dot. Kemudian saatnya memberikan botol-botol susu kepada anak sapi yang usianya baru beberapa hari atau minggu, saat anak sapi minum susus, botol susus harus dipegangi dengan benar. Untuk anak sapi yang berusia 1-2 bulan, susu akan di tempatkan ke dalam ember yang bawahnya dipasang dot (lihat gambar dibawah).
Ini adalah gambar saat anak-anak sapi sedang minum susu, terlihat rumah-rumah anak sapi yang dilengkapi sepasang kotak hijau kecil di depan rumah untuk tempat air dan jerami.
Sesudah semua beres, maka botol-botol dan ember-ember susu dibawa ke sebuah ruang untuk dibersihkan dengan air panas.  Di bawah Ini adalah gambar ruang tempat membersihkan dan menaruh botol dan ember.
Setelah itu, saatnya volunteer shift pagi mengambil roti-roti yang dibawakan Zeynel (pegawai tetap di kantor) setiap pagi dan mengambil susu dari tangki pendingin untuk dibawa pulang ke guest house. Volunteer yang mendapat shift malam menyiapkan sarapan dan menunggu volunteer shift pagi pulang ke guest house dengan roti dan susu, kemudian semua volunteer sarapan bersama. Menu sarapan di guest house adalah roti, aneka selai, yogurt, buah, susu, buah zaitun, terkadang ada yang membuatkan omlet, pancake atau oatmeal. Setelah sarapan, volunteer bisa bersantai sejenak, menonton TV atau bersiap-siap untuk pergi ke peternakan pukul 10.00.
Pukul 10.00 semua volunteer diharapkan sudah berada di peternakan. Kegiatan di pagi hari adalah memberi makan dan air anak-anak sapi di rumah hijau, membersihkan kandang anak-anak sapi (usia > 2 bulan) yang berbentuk setengah lingkaran berwarna putih seperti igloo. Anak sapi yang berusia diatas 2 bulan ditempatkan di alam terbuka seperti  gambar di bawah ini.
Kantong-kantong biru besar yang ada di gambar adalah simpanan rumput-rumput hijau yang dikumpulkan saat musim panas. Makanan sapi dibedakan sesuai dengan usia. Usia 0-2 bulan diberikan jerami yang sangat halus dan juga biji semacam vitamin mungkin. Usia 3-6 bulan diberikan jerami yang agak kasar dan juga biji. Sapi remaja, hamil dan ibu sapi diberikan jerami biasa.
Kegiatan selanjutnya adalah membersihkan kandang sapi remaja. Sapi remaja yang berusia 6 hingga 15 bulan ditempatkan di tempatkan di kandang yang berbeda. Di rentang usia 12 hingga 15 bulan, jika sapi remaja ini menjadi agresif dan suka menindihi pungung sapi yang lain, maka itu adalah tanda-tanda sapi telah siap untuk di inseminasi atau di suntik kawin. Gambar di bawah ini adalah kandang sapi remaja.
Selain itu, ada juga kandang khusus untuk sapi yang hamil tua dan sapi yang sedang sakit.
Jerami-jerami yang ada di kandang sapi ini didistribusikan dengan truk. Jerami di peternakan ini diolah dengan mesin besar yang berada di dalam ruangan tersendiri seperti gambar di bawah ini.
Selesai membersihkan kandang sapi remaja, saatnya mendorong jerami di kandang sapi perah. Saat sapi sedang makan, mereka akan membongkar tumpukan jerami sehingga jerami terdorong menjauhi kandang, maka jerami harus didekatkan kembali ke kandang agar mudah di jangkau kepala sapi. Di bawah ini adalah gambar sikat yang saya gunakan untuk mendorong jerami mendekati kepala sapi.
Jika tidak ada lagi jerami yang perlu didorong, saatnya menyisir badan sapi. Kata Aysun, sapi yang disisir akan merasa senang dan itu akan mempercepat kesiapan sapi untuk di inseminasi. Aysun mempersilahkan para volunteer untuk menyisir sapi sambil mengajak bicara atau menyayikan lagu untuk mereka, dia benar-benar mencintai sapi-sapi ini. Kegiatan menyisir sapi adalah favorit saya memang, sayapun tak jarang mengobrol dengan sapi-sapi itu. Bahagia ketika melihat sapi yang saya sisir berjalan mengikuti saya karena dia ingin saya terus menyisir badanya, dia bisa cemburu ketika saya menyisir badan sapi yang lain, manis sekali ya sapi-sapi ini. Gambar di bawah ini diambil ketika saya menyisir sapi.
Volunteer bisa beristirahat ke kantor untuk minum teh kapan saja, tidak ada larangan. Makan siang dilakukan di kantor bersama dnegan pekerja lain. Gambar di bawah ini adalah suasana ruang istirhat dan sekaligus ruang makan di kantor.
Berikut ini adalah potret makan siang pada suatu hari. Gambar sebelah kiri adalah çorba (sup) yang dimakan dengan ekmek (roti) yang dicelupkan. Gambar sebelah kanan adalah pilav (nasi), patates (kentang), dan tavuk (ayam).
 
Setelah makan siang, volunteer bisa kembali membantu para pekerja untuk mengolah jerami, memngemas susu kedalam botol untuk dikirimkan ke kota, mendorong jerami, atau menyisir sapi. Selama seminggu disana, hanya sekali saya bertugas membantu dua ibu-ibu pekerja di peternakan yaitu Camile dan satunya lagi saya lupa namanya.
Volunteer bisa kembali ke guest house pukul 16.00 sore kecuali yang kebagian shift malam untuk membantu pemerahan, membersihkan kandang, dan memberi susu anak sapi hingga pukul 18.00. Volunteer yang kebagian shift pagi menyiapkan makan malam di guest house. Menu makan malam bervariasi setiap hari tergantung siapa yang memasak, dua hal yang pasti ada adalah salad dan susu. Terkadang kami juga makan kelebihan makananan di kantor atau di rumah Aysun yang dibungkus rapi dan disimpan di kulkas.  Suatu hari Nicola membuat salad yang dicampur jeruk dan diparuti keju, ternyata rasanya enak juga. Ini adalah gambar salad ala Nicola bersama orangnya.
Talbot pernah bereksperimen mebuat irisan kentang yang di balur dengan entah apa lalu di oven, rasanya lumayan, untuk penampkan kentang panggang ala Talbot ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Suasana makan malam selalu menyenangkan, selalu ada obrolan mengenai banyak hal. Saya beruntung menghabiskan seminggu di peternakan ini dengan teman-teman yang menyenangkan. Di bawah ini adalah potret dari kebersamaan kami di guest house saat makan malam.
Sebenarnya ada lagi dua volunteer lain yang datang di hari ketiga saya disana, yaitu seorang wanita Turki dan laki-laki India, mereka adalah sepasang kekasih, tapi saya dan teman-teman lain tidak pernah mengobrol dengan mereka, karena mereka sibuk merencanakan entah proyek apa dengan Aysun.
Satu hari sebelum meninggalkan peternakan, saya ikut si Talbot untuk belanja mingguan ke pasar tradisional.  Pasar tradisional di Turki sangat bersih, para pedagang berpakaian rapi bahkan ada yang memakai jas, ada papan harga yang ditancapkan di atas dagangannya, ah saying saya tidak membawa kamera. Di pasar ini saya membeli kacang almond setengah kilogram.
Sekarang saya ingin menuliskan kesan saya terhadap teman-teman volunteer di sini.
Rosana atau Resie, berasal dari UK. Dia adalah vegetarian karena rasa kasihanya terhadap hewan. Resie ini murah senyum dan sangat lemah lembut saat berbicara. Dia jago memasak dan saya paling suka mendengarkan aksen Britishnya. Sebelumnya dia pernah menjadi volunteer di Spanyol (kalau tidak salah), tepatnya dia membantu mengurus keledai-keledai yang sakit.  
Talbot berasal dari USA, berpostur tinggi, rambut keriting, dan wajah klasik. Dia ramah, dewasa, murah senyum, dan selalu memulai topik pembicaraan yang  menarik. Talbot sudah lama menjadi volunteer di sini. Saya senang bekerja dengan Talbot, karena dia selalu mengajarkan saya hal baru dan menceritakan  tentang peternakan, sapi-sapi, dan hal menarik lainya.
Nicola datang dari Kanada, pemuda luwes dan lembut, dengan rambut ikal sebahunys ia terlihat menawan. Terkadang saya iri dengan Nicola, karena gestur bicara saya tidak selembut dia. Dia masih sangat muda, masih suka bermain-main dan terkadang mudah terbawa emosi. Dia baru seminggu tinggal di peternakan, sebelumnya dia telah berwisata ke Eropa.
Tatsuya pernah bercerita bahwa dia dipanggil Uci di Jepang, tapi saya lebih suka memanggilnya Tatsuya walaupun namanya yang paling terakhir saya hafal diantara yang lain. Dia adalah volunteer dari Jepang, kemampuan berbicaranya dalam Bahasa Inggris sangat kurang, yah ini seperti yang disinggung dosen saya bahwa biasanya orang Jepang itu sempurna dalam hal memahami dan menulis sesuatu dalam Bahasa Inggris, namun sangat lemah dalam urusan berbicara. Tatsuya ini pemuda yang sangat ramah, selalu tersenyum dan bahagia. Dia bercerita bahwa dia meninggalkan pekerjaanya untuk berkeliling dunia, dia bahkan mengajak ibunya ke beberapa Negara. Ada satu pengalaman Tatsuya yang sangat menarik, yaitu ketika dia berada di Palestina ia menyaksikan ledakan bom yang sangat amat dekat denganya, beruntung ia selamat. Tatsuya ini sangat pintar memotret layaknya fotografer profesional, hasil jepretanya sangat amat bagus terlebih lagi gambar tersebut diambil dari berbagai belahan dunia. Dia mengajarkan saya bagaimana teknik mengambil gambar agar terlihat bagus. Walau sering kesulitan mengungkapkan kata-kata, Tatsuya adalah lawan bicara yang menyenangkan.
Moth, si gadis cantik berambut pirang kriting ini berasal dari Kuba. Dia orangnya terlihat serius, Moth ini sudah cukup lama di sini, dulu ia pernah volunteer di sini bersama dengan pacarnya, lalu dia kembali lagi ke peternakan ini sendiri. Moth ini pernah bercerita bahwa dia adalah anak tunggal yang sudah diajak travelling ke beberapa Negara sejak ia kecil. Saat sudah dewasa, ia bekerja di restoran dan mengumpulkan uang untuk travel. Sebelumnya Moth menjadi volunteer di Maroko, ia sempat bercerita pengalamanya. Dia selalu semangat bangun pagi dan bergegas melakukan pekerjaan di peternakan, kadang saya dibangunkan Moth saat saya kebagian shift pagi.
Semua pekerja di sini berbahasa Turki, sehingga sayapun menggunakan bahasa Turki yang ala kadarnya dan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan mereka. Saya suka sekali mengobrol dengan Ozkan saat di guest house, dia selalu mengajak saya berbicara bahasa Turki. Ozkan adalah orang Turki paruh baya keturunan Bulgaria yang tinggal di guest house. Dia memang sedikit aneh (seperti gangguan mental) tapi menurut saya, dia itu lucu dan baik, dia bahkan memberikan saya baju untuk kenang-kenangan setelah saya memberikan dia gantungan kunci dari Singapore, yang juga saya berikan kepada teman-teman volunteer yang lain.
Selain Ozkan yang tinggal di guest house, ada juga Methilde. Methil dulunya adalah volunteer di sini, namun saat saya disana, ia sudah satu setengah menadi pekerja tetap di peternakan ini. Mathilde adalah orang Perancis, saya tidak banyak berbicara denganya namun yang saya ingat adalah aksen Frenchnya yang kentara saat berbicara.
 Pekerja yang lain yang selalu dibicarakan para volunteer adalah adalah Tarik. Kata Aysun dan teman-teman yang lain, dia ini adalah pemabuk dan sukanya teriak-teriak, intinya dia ini emosional. Teman-teman volunteer selalu bermuka masam jika harus bekerja dengan Tarik. Suatu hari saya kebagian membantu Tarik di tempat pemerahan susu. Ternyata Tarik baik kepada saya, bahkan saat saya salah, dia malah mengajarkan saya dengan senyum. 
Sekilas tentang kepercayaan masyarakat Turki mengenai jimat anti setan yang berbentuk satu bola mata berwarna biru. Jimat ini di dalam Bahasa Inggris disebut Evil Eye. Di kantor peternakan ini ada satu jimat Evil Eye yang dipasang di luar, bisa di lihat di gambar berikut ini.
Di malam sebelum saya pulang, kami makan di rumah Aysun. Aysun baru dating dari kota dan membawakan mie yang dibungkus kotak dari restoran temanya di Istanbul. Inilah suasana makan malam di rumah Aysun.
Tanggal 11 Mei pagi, saya diantar Aysun ke stasiun bis. Saat saya membeli tiket, Cemile dating membawakan jaket saya yang ketinggalan di mobil Aysun. Lalu, sayapun naik bus menuju terminal bis di Istanbul untuk selanjutnya naik bus ke Bursa.




dari Ataturk airport ke peternakan sapi


 Sesampainya di Ataturk Airport, saya harus mengantri sekitar setengah jam lebih untuk urusan keimigrasian. Banyak sekali turis-turis berdatangan dari daerah arab dan eropa, karena memang bulan Mei udara mulai hangat di Istanbul. Ketika saya ingin ambil troli untuk koper, ternyata dikunci yang bisa dibuka dengan semacam koin, yah intinya kita perlu bayar buat pakai troli (menyebalkan bukan?). akhirnya saya tidak pakai troli karena ribet dan saya saat itu belum menukar uang saya ke mata uang Turki, yaitu Lira. Sebenarnya dari bandara saya ingin menghubungi teman saya untuk mengantarkan saya ke terminal bis, namun karena mendapatkan akses wifi di airpot ini tidak semudah di Singapur, saya memtuskan untuk pergi ke terminal bis sendiri. Di airport, saya membeli kartu perdana  untuk berkomunikasi selama di Turki. Harga kartu perdana memang jauh lebih mahal di airport, hufft tapi terpaksa saya harus beli disini, kartu perdana yang saya beli adalah Avea  (internet 2GB,  dan gratis beberapa sms serta telepon) dengan harga 27 Dollar Amerika, bahasa Turkinya çok pahalı yaaa… mahal sekali yaaa. Setelah membeli kartu perdana saya menukar uang di airport dengan nilai tukar kurang lebih 1 USD = 2 TL (Turkish Lira).
Keluar dari airport, saya mencari  stasiun metro namun saya tidak menemukan tanda-tandanya, saya bertanya kepada security di airport hingga dua kali dan kedua-duanya tidak bisa berbahasa inggris mereka  menjelaskan dengan Bahasa Turki dan isyarat tangan, saya mengikuti isyarat nya namun tetap tidak menemukan ada tanda keberadaan stasiun metro.  Tidak mungkin naik taksi, Istanbul terkenal dengan kemacetan yang luar biasa dan otomatis tarif taksi jadi selangit. Saya terus berjalan menyusuri pintu luar airport kemudian seorang bapak menyapa saya dan bertanya say hendak kemana dengan Bahasa Inggris, saya jelasksan saya mencari metro stasiun dan bapak Turki itu pun mengantarkan saya hingga saya melihat papan petunjuk menuju metro stasiun.  Metro stasiun ada di lantai dasar airport.
Di stasiun metro, saat menggunakan mesin penukaran uang dengan token yang berbahasa Turki, saya pun bingung.  Lalu saya meminta bantuan kepada orang Turki sekitar untuk menggunakan mesin itu. Setelah mendapatkan token dengan uang 3 Lira, saya masuk gerbang dan melihat papan jalur metro. Saya bingung harus naik jalur merah atau hijau, saat itu saya bertanya kepada laki-laki yang membuka peta kota Istanbul lengkap dengan jalur metro. Laki-laki tersebut adalah Turis dari Chile(kalau tidak salah), dia bilang bahwa tujuan saya, Otogar (stasiun bis), kebetulan searah dengan tempat tujuanya, Istiklal street. Kami pun naik metro jalur merah, di dalam kita berbincang-bincang, ternyata dia pernah ke Indonesia untuk insternship dan dia di Istanbul hanya transit saja. Setelah turis dari Chile itu turun, saya berbincang dengan cowok Turki yang berdiri disebelah saya, dia sangat baik bersedia menujukkan tempat dimana saya harus turun. Namanya Gokhan (kalau tidak salah), dia baru pulang dari Roma untuk pertukaran pelajar katanya. Saya bertanya dimana saya bisa membeli kartu untuk naik metro, dan dia malah memberikan saya kartu miliknya yang masih bisa digunakan 2 hingga 3 kali. Saya menolaknya dengan halus, namun dia memaksa untuk memberikan kartunya, dia bilang dia masih punya 2 kartu lagi di rumah, jadilah saya terima kartu itu.
Istanbul Kart ini bisa dipakai untuk naik segala bentuk transportasi umum kecuali dolmus (semacan angkot).

 Setelah saya turun dari Metro, ada laki-laki Turki berkemeja putih layaknya orang yang baru pulang kerja bertanya saya hendak kemana dan mengajak saya untuk berjalan-jalan dengan dia, saya ingat orang ini tadinya mengamati saya di dalam metro saat saya berbincang dengan Gokhan. Llaki-laki itu aneh, saya pun langsung lari mencari tempat pembelian tiket bis.
Sebelum membeli tiket bis, saya melihat ada semacam café (dalam Bahasa Turki disebut Lokanta) bernama Demirbaş Büfe, dan memutuskan untuk duduk minum 2 cangkir teh dulu sambil membuat catatan kecil dan menikmati udara sore di Turki yang spoi-spoi.
Ini adalah gambar café ala Turki. Banyak café yang kursi-kursinya di tata luar karena memang udara luar tidak banyak polusi.



Kalau ini adalah çay atau teh Turki. Orang Turki selalu minum teh setiap saat, pokoknya tiada hari tanpa teh, dan minumnya dengan gelas kecil yang berbentuk seperti tulip ini.  Satu gelas teh dihargai 2 TL (Rp.12.000).
Terminal bus di sini tertata rapi dan bersih. Di Turki, penumpang duduk di nomor kursi yang telah tertulis di tiket. Selain itu, di sini penumpang laki-laki duduk dengan sesama laki-laki, begitu juga dengan penumpang wanita, ini adalah sistem islami di Negara sekuler. Untuk bis antar provinsi atau kota biasanya dilengkapi dengan entertaining screen, headphone, wifi dan seorang pramusaji laki-laki tampan yang akan memberikan minuman dan snacks ke penumpang. Dari pengamatan saya, bis antar kota yang paling murah adalah Metro namun entertaining screen dan head-phone nya sering tidak berfungsi, ada juga bis Pamukkale yang lebih nyaman dan lebıh mahal tentunya (lantai bis dari kayu dan semua perangkat hiburan berfungsi), pilihan lainya adalah bıs Koç yang harganya juga tıdak semurah Metro.
Gambar dibawah ini adalah dertan tempat penjualan tiket bis di stasiun Esenler, ada banyak sekali, tinggal pilih ingin naik servis bis yang mana. Nah, busnya ada di balik gedung ini, jadi setelah beli tiket dan mendapatkan nomor kursi, para penumpang menuggu di belakang tempat pembelian tiket.
 
Setelah saya selesai minum teh, saya pergi mencari papan perusahaan bis jurusan Cerkezköy. Seperti terminal di Indonesia, banyak bapak-bapak dan mas-mas di depan konter tiket bertanya saya mau kemana. Saya berhenti dan menjawab pertanyaan pak tua pegawai perusahaan bis Metro, saya tanya di mana toilet umum. Dia menunjukan saya dan menawarkan agar koper dan ransel saya dititipkan di kantornya, lalu saya titipkan barang-barang saya. Saat saya berjalan ke toilet saya bebarengan dengan seorang pelayan yang mengantarkan teh saya tadi dan anehnya saat saya keluar dari toilet, mas pelayan tadi berdiri di depan toilet wanita dan tersenyum kepada saya (saya pun kaget dan berfikir mas ini aneh sekali ya), tanpa berkata-kata saya kembali ke kantor bis Metro untuk mengambil barang saya. Saya kembali bertanya apa nama bis jurusan Cerkezköy, bapak tua yang baik itu menuliskan dan menunjukan kantor bis YONCA kepada saya.
Saya membeli tiket di YONCA, ini adalah servis bis yang akan saya gunakan menuju Cerkezköy, ke tempat volunteer yang pertama, yaitu peternakan sapi. Harga tiket bis ini adalah 17 TL.
Di dalam bus, saya duduk dengan seorang ibu bernama Muradiye Turgud. Ibu itu mengajak saya ngobrol dengan Bahasa Turki, saya bisa mengerti sedikit-sedikit menjawab sebisa saya dengan bantuan kamus di tablet saya. Ibu itu langsung mengakrabkan diri dengan saya, dia menceritakan anak perempuanya yang seumuran dengan saya, menunjukan fotonya, bahkan dia meminta buku catatan kecil yang saya pegang untuk menuliskan nomer teleponya. Ibu itu berpergian dengan suaminya yang duduk tepat di depan kami, dari sini saya tahu bahwa di Turki penumpang berlainan gender tidak boleh duduk bersama bahkan pasangan suami istri sekalipun.

Sepanjang perjalanan saya melihat bukit-bukit nan hijau, masjid cantik, dan beberapa rumah. Setelah sekitar 1 jam perjalanan saya turun di tengah jalan, yaitu di desa büyükcavuslu, dı sana Aysun, sang empunya peternakan, telah menunggu saya bersama mobilnya. 

Dari Changi airport hingga Ataturk airpor

English version dari cerita ini bisa dilihat di sini.

Berangkat dari Changi airport ditemani Zakia dan Jawa, teman-teman terdekat saya selama di Singapur. Saya ingin mengurus tax reimbursement sebelum check-in untuk tablet yang saya beli satu bulan sebelumnya. Saat di depan mesin untuk scan passport dan receipt pembelian, saya dipersulit oleh security yang berargumen bahwa saya tidak bias melakukan reimbursement karena satu dan lain hal, saya tidak ingin lama-lama berargumen karena sudah mepet waktu check in, akhirnya saya putuskan untuk mengikhlaskannya (sepulangnya dari Turki saya iseng coba tax reimbursement sebelum masuk imigrasi, disana tidak ada security, dan ternyata BISA. Lumayan dapat cash back 25 Dollar Singapur).
Tepat pukul 21.25 pesawat saya take off menuju ke Dubai International Airport, karena ini bukan drect flight jadi saya harus transit di Dubai selama 11 jam. Perjalanan saya dari Singapur ke Dubai kali itu lancar dan memakan waktu 7,5 jam. Saya merasa bahagia entah kenapa, mungkin karena pertama kalinya naik pesawat yang memakai Bahasa Arab selain Bahasa Inggris sebagai instruksi.  
Sesampainya di Dubai, ini adalah penampakan Dubai di tengah malam diambil dari pesawat (agak kabur fotonya) dan siang hari saat akan take off ke Turkey.



Dari pengamatan saya mayoritas petugas airport mulai dari security checking sampai tukang bersih-bersih disini adalah orang Asia yang dari penampilanya serupa dengan orang Filipina atau Indonesia. 11 jam di Airport saya habiskan dengan duduk, jalan keliling airport, makan, tidur di lantai karena kursi tidur semuanya sudah full. Tidur di lantai, apa tidak ditegur petugas Airport? Awalnya saya pikir begitu, tapi ketika saya menemukan beberapa backpacker berkulit putih yang tertidur pulas di lantai, saya pun langsung ikut-ikutan tidur berselimut di lantai, untungnya saya membawa turun selimut yang disediakan di pesawat tadi. Sebenarnya, saya ingin keluar Airport dan jalan-jalan melihat Dubai selama 11 jam itu, namun apa daya tidak ada Visa on Arrival untuk Passport Indonesia.
Setelah puas tidur di lantai, saya cari makan di sini nih, Bahasa Arabnya MaakDuuNaaLDZ, alias McDonald’s.

Karena malas makan burger dan antri di dalam, saya beli kue brownies dan cappuccino di bagian luar, harga di papan memang menggunakan kurs dubai, tetapi kasir di sana juga menerima dollar walaupun harga akan lebih tinggi sedikit. Harga kue dan minuman saya ini sekitar 4 Dollar Amerika.

Lagi-lagi saat saya makan bersebelahan dengan dua orang cewek Filipina (serasa di Filipina saking banyaknya orang Filipina). Setelah kenyang, saya muter-muter airport lagi hingga waktu boarding tiba. Pukul 11.20 pesawat saya take off menuju Ataturk Airport.  Membutuhkan waktu 4,5 jam untuk akhirnya sampai ke Istanbul.