Menjejakkan kaki di Turki adalah impian saya sejak masih
SMA dulu. Berawal dari asal download sebuah buku (saya lupa judul bukunya) yang
mengulas segala hal tentang Turki mulai dari tempat wisata, budaya, tempat
bersejarah, makanan, dst yang mungkin
bisa dibilang seperti buku Lonely Planet.
Setelah itu saya sangat antusias ketika melihat tayangan di televisi yang
menampilkan perjalanan wisata ke Turki. Saya mulai suka download video tentang
pariwisata serta kebudayaan Turki , dan tak lupa berdoa kepada Allah agar saya
nisa berkunjung ke Turki untuk melihat keagungan Nya dibelhan bumi lain, untuk
melihat keindahan Blue Mosque, bukti
kejayaan islam di daratan Eropa. Hal-hal tersebut yang saya lakukan semasa SMA
dulu. Dahulu sebelum tertarik dengan Turki, saya punya mimpi untuk ke Iran yang
juga berasal dari baca buku yang berjudul Pelangi
di Persia, yang kemudian saya pun belajar Bahasa Farsi (bahasa orang Iran)
dari internet dan banyak mencari tahu tentang Iran.
Setelah lulus SMA, saya menghabiskan waktu tiga bulan di
rumah menunggu dimulainya masa orientasi sebagai mahasiswa baru di Universitas
Gadjah Mada. Di rumah selama tiga bulan pun saya habiskan dengan belajar Bahasa
Turki secara otodidak dari internet, dan mencoba praktek melalui chatting di Facebook dengan orang-orang
Turki. Salah satu orang Turki yang sering mengobrol dengan saya saat it adalah
Nur Cihan. Saya dan Nur Cihan ini mengobrol tentang banyak hal mulai dari
keadaan di Turki, sekolah kita, wisata di Turki dan Indonesia, juga tingkah
polah si tembem Yavus Salim, adik kecil Nur Cihan yang membuat saya gemas hanya
dengan melihat fotonya saja. Suatu hari di masa tiga bulan tersebut saya
membaca di internet tentang adanya beasiswa pemerintah Turki yang memberi
kesempatan belajar di Turki gratis untuk
program S1 hingga S3, ada juga program kursus singkat bahasa Turki selama musim
panas. Akan tetapi, saya agak sedih ketika melihat batas pendaftaran untuk
program tersebut telah lewat. Saya cerita ke Ibu saya bahwa jika pendaftaran
masih dibuka saya pasti akan ikut daftar karena saya ingin sekali ke Turki. Ibu
hanya bilang bahwa apa yang saya dapatkan saat ini, yakni diterima di Jurusan
Sastra inggris di UGM adalah yang terbaik untuk saya menurut Allah. Ibu bilang
bahwa lebih baik saya menempuh program S1 saya di Indonesia, baru nanti setelah
lulus S1 saya bisa coba mencari beasiswa kuliah keluar negeri.
Di semester kedua, saya berfikir untuk mencoba daftar
beasiswa dari pemerintah Turrki tersebut walaupun konsekuensinya jika diterima
saya harus mengulang lagi dari semester 1. Niat saya tergoyahkan karena jika
dihitung-hitung, untuk menyelesaikan program S1 saya perlu waktu lima tahun di
Turki (satu tahun kursus wajib Bahasa Turki dan empat tahun kuliah) jika
ditambah dengan masa belajar di UGM yang sudah hampir satu tahun maka saya perlu enam tahun untuk mendapat gelar sarjana
terhitung dari tahun lulus SMA. Saya pun mundur tidak jadi mendaftar untuk saat
itu, namun saya akan benar-benar mendaftar untuk program S2 nantinya.
Sedikit keluar dari topik tentang Turki….
Pergi berkeliling dunia adalah impian saya sejak kecil,
terinspirasi dari Mas Rahman, kakak sepupu saya yang saat menjadi mahasiswa
sering mengikuti program pertukaran pelajar. Setelah menjadi mahasiswa UGM saya
mencoba daftar program pertukaran pelajar dimulai dari tahun 2012. Pertama kali
saya mencoba daftar PCMI namun gagal. Kemudian mencoba daftar program ke
Jepang, ke Eropa, ke Amerika dan masih
belum beruntung juga. Kegagalan justru membuat saya terpicu untuk memperbaiki
dokumen-dokumen syarat umum program pertukaran pelajar. Saya mengikuti tes TOEFL
ITP bulan september 2012 dan score yang saya peroleh saat itu hanya 540,
sedangkan syarat umum program pertukaran pelajar biasanya adalah 550. Buah dari
usaha dan doa saya dapatkan di akhir semester tiga, di akhir tahun 2012.
Setelah berkal-kali gagal, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti
program ASEAN Youth Summit selama 10
hari di Chulalongkorn University, Thailand. Sepulang dari Thailand, saya terus
mencoba daftar program-program pertukaran pelajar yang ditawarkan, motto saya
adalah “jika ada kesempatan, kita harus pintar-pintar memanfaatkanya”, dan
menjadi mahasiswa di UGM yang menawarkan banyak sekali program pertukaran
pelajar merupkan kesempatan emas yang saya miliki, tinggal mahasiswa yang harus
berusaha untuk mengantongi ‘emas’ tersebut.
Kemudian, di akhir semester lima, akhir tahun 2013, saya mendapatkan
kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar selama satu semester di
National University of Singapore. Semua saya dapatkan karena dua hal, usaha dan
doa.
Kembali lagi cerita tentang saya dan Turki…
Setelah pulang dari Thailand, saya mengikuti kursus
gratis bahasa Turki yang diadakan Fakultas Ilmu Budaya. Kursus ini diajar oleh
Bapak Lutfi Ulker, saya dan teman-teman memanggil beliau Lutfi Abi (Abi artinya
kakak laki-laki). Ada sekitar 50 mahasiswa yang berpartisipasi di pertemuan
awal hingga kelas pun di bagi menjadi
dua dengan hari yang berbeda, namun lama kelamaan jumlah mahasiswa mengerucut
dan diakhir kursus hanya ada sekitar 15 mahasiswa yang konsisten ikut kursus
ini. Selain ikut kursus gratis ini, saya juga sering ikut sit-in (alias menyelundup) di kelas Bahasa Turki di Jurusan Sastra
Asia Barat yang diajar oleh Bapak Ali Dede, namun ditengah semester Pak Ali ini
pulang ke Turki untuk menikah dan digantikan oleh dosen muda, orang Indonesia
yang pernah belajar di Turki. Saking semangatnya ikut sit-in di kelas Bahasa Turki, saya sering titip absen untuk mata
kuliah yang saya ikuti dijurusan saya karena waktu yang bentrok dengan kelas
Bahasa Turki, saya pun sampai ikut ujian tengan semester dikelas selundupan
saya ini untuk mengetes kemampuan Bahasa Turki saya yang sangat minim ini. Saya
banyak searching dan membaca tentang
budaya, sejarah serta pariwisata di Turki. Di tengah tahun 2013 saya mendaftar
program Youth Summit di Turki selama
enam hari dan saya diterima. Namun karena ternyata saya tidak dapat sponsor
untuk transportasi dan juga kekhawatiran orang tua karena saat siaran-siaran
berita di telivisi gempar dengan protes besar di Istanbul, alhasil saya tidak
jadi berangkat. Masih di tahun 2013, saya mendaftar program Yaz Okulu, beasiswa dari pemerintah
Turki untuk belajar bahasa Turki selama
musim panas di Turki, namun belum rejeki saya, saya tidah diterima.
Januari 2014 saya berangkat ke Singapura untuk belajar di
sana selama satu semester. Saat di Singapur saya berencana untuk pergi ke
Istanbul, nanti setelah ujian semester di bulan Mei. Rencana ini pun muncul
karena saya jika saya hitung-hitung uang beasiswa yang saya dapatkan dari
Temasek Foundation selama di Singapur ini akan tersisa sekitar 25 juta (hasil
dari gaya hidup sederhana selama di Singapur dan keaabsenan saya dari tour
Thailand-Malaysia yang ditawarkan teman-teman saya). Saya bergegas
booking tiket, saat itu ada
promo dari Emirates Airlines di bulan Maret, jadilah saya beli tiket pesawat
pulang pergi Singapur-Istanbul seharga
1061.70 Dollar Singapur. Rencananya saya akan berkunjung ke Istanbul selama
enam hari saja, tanggan 4-10 Mei. Setelah itu, saya mengurus e-visa Turki semua bisa diurus secara online dengan biaya
25 Dollar Amerika, visa berlaku selama 30 hari saja.
Rencana saya berubah ketika saya menemukan website www.workaway.info.
Di website ini saya bisa mencari host atau
tuan rumah di negara-negara di seluruh dunia yang menawarkan akomodasi gratis
bagi siapa saja yang bersedia menjadi volunteer
untuk membantu usaha mereka sehari-hari, ada host yang mempunyai bisnis peternakan, pertanian, sekolah, hotel,
restoran, bar, resort, dan ada juga yang membutuhkan baby sitter (untuk baby sitter biasanya harus penutur asli
Bahasa Inggris atau English native).Para
host ini biasanya mensyaratkan para volunteer untuk
tinggal selama minimal satu hingga dua minggu. Saya pikir saya bisa menjadi
volunteer beberapa minggu sehingga saya bisa lebih lama tinggal di Turki (memaksimalkan
visa yang berlaku selama 30 hari) dengan akomodasi gratis ditambah belajar hal
baru, dan terutama saya bisa berinteraksi dengan orang lokal sehingga saya bisa
belajar lebih tentang budaya dan keseharian orang Turki. Saya mencoba
menghubungi beberapa host dan
saya memutuskan untuk menjadi volunteer
di tiga tempat yaitu di peternakan sapi di Cerkezkoy-Istanbul, sekolah kuliner
di Izmit-Kocaeli , dan perkebunan organik di Fethiye.
Saya juga berencana mengunjungi Bursa untuk bertemu
dengan Nur Banu, teman yang saya kenal dari Facebook, kemudian ke Izmir untuk
berwisata dan bertemu dengan Nur Cihan teman Turki pertama saya. Saya juga ingin mengunjungi tempat lain yaitu Pamukkale, sehingga saya
menggunakan website www.couchsurfing.com untuk mencari teman yang bersedia menjadi
teman saya selama disana. Selain itu saya juga mencari teman untuk di wisata di
Istanbul nanti, dan saya mendapat respon dari Unzile, orang Istanbul yang
sedang kuliah di kota Canakkale. Sayangnya saat saya akan berada di Istanbul
akhir Mei, dia harus ke Canakkale karena saat itu kebetulan sedang musim ujian
akhir semester di Turki, alhasil Unzile memberitahu saya bahwa ada sepupu
laki-lakinya (3 tahun lebih muda dari
saya dan Unzile) dengan Bahasa Inggris level anak SD yang mau menjadi host saya, dia bersedia mengantar saya
keliling istanbul dan saya pun sudah disiapkan kamar tidur tersendiri.
Sebenarnya saya ingin menerima tawaran tersebut, namun karena sepupunya ini
mempunyai dua kakak laki-laki seperti yang dibilang Unzile, jadilah saya menolak tawaran itu karena saya
merasa kurang nyaman. Kemudian saya berkenalan dengan Kubra di website
interpals, dia bersedia menjadi host saya
selama di Istanbul, namun dia tidak bisa menemani saya berkeliling karena dia
harus belajar untuk ujian. Ternyata dulunya, salah satu teman apartment Kubra
adalah mahasiswi Indonesia, jadilah kami semakin akrab karena memang sifat
Kubra yang juga sangat baik kepada saya yang baru dikenalnya.
Travel plan
sudah saya kantongi, seminggu di peternakan, dua hari di Bursa, empat hari di
Izmir, lima hari di perkebunan, tiga
hari di sekolah kuliner, dan enam hari di Istanbul. Saya melakukan perubahan
pada jadwal tiket pesawat yang yang mulanya tanggal kepulangan adalah 10 Mei
2014 menjadi 3 Juni 2014, biaya perubahan jadwal ini menghabiskan biaya 150
Dollar Singapur (100 Dollar biaya perubahan, 50 Dollar biaya tiket pulang yang
lebih mahal).
Tanggal 3 Mei 2014 saya telah menyelesaikan ujian akhir
semester di National University of Singapore dan kemudian berangkatlah saya ke
Turki dengan membawa satu koper besar yang beratnya 25 kg (hasil dari tinggal
di Singapur selama satu semester), satu rangsel, dan satu tas samping untuk
dokumen-dokumen dan barang berharga. Bersambung…..
No comments:
Post a Comment