I am tying the knot in less than a month!
Yeah, I can't believe it's happening soon.
When I think of myself 6 months ago, who was a free soul and wasn't expecting a marriage at all, I couldn't believe it would be this fast.
And looking at me right now, I am dying to live with MY LIFE. Wait, living with my life? You must be wondering what's that supposed to mean.
Yes, I found him. He's my life, my heartbeat, my world, my universe, and all the words that represent those...
I wasn't exactly searching for him but, I believe, everything happens at its best time.
He is Sinan, who used to be my chatting buddy a year and a half ago. We lost contact for 10 months (I guess), then we started talking again and at some point, he said that he wanted to get to know me more for marriage purpose.
A year and a half ago I didn't find him as a potential person that I could fall in love with, however it was always nice talking to him since he's such a sincere and kind soul. Then why did I say "Yes" when he wanted to go to a step further than just a friend?
First thing first, it's all destiny, it's all in God's hand. Couples of days before it happened, I felt like God had opened my heart and got me thinking that I might be ready for a marriage. Thus, I prayed to God to keep me and my destiny away from wrongdoings, whoever and wherever my destiny was, I was ready to meet him.
For this, I believe that Sinan telling me his intention was somehow something that I was praying for. When we started talking again after so long, I had different impression toward him. And the more we talked, the more I realized that he is the one. He taught me what an unconditional love is. For the first time in my life, I am willing to do anything (literally anything) for someone. Before, I was a kind of person who wouldn't like it when others interfering my life principles and decisions i made, not even my parents were allowed to. Now, it all changed, I like it when he minds my business, I need him to always mind my business.
I can't believe I can love someone more than I love myself. I get so easily carried away when it comes to him. His love has driven me into a whole different world, a magical and colorful world.
And by the way, 14 August 2017 will be the day when we first meet face to face for the first time. It's mind blowing how two people can fall in love deeply before they even see eye to eye in real life. We love and we trust, that what makes it possible.
A Khoirunnisa's Story
Wednesday, July 26, 2017
Tuesday, January 24, 2017
Peternakan sapi di Gündünömü, Büyükcavuslu
Aysun
menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi walaupun jalan menuju ke peternakan
sangat terjal dan lumayan berkelok melewati sawah sawah dengan rumput hijau
yang menjulang tinggi. Kesan pertama saya saat bertemu Aysun adalah sorang ibu
yang cantik, ramah dan murah senyum. Selama perjalanan menuju guest house, Aysun menceritakan siapa
saja volunteer yang ada di peternakan saat ini, terlihat jika dia sangat
terkesan dan kagum dengan Moth, volunteer dari Kanada yang akan menjadi teman
sekamar saya. Saya menceritakan perjalanan saya yang memakan waktu hamper 24
jam dan alasan mengapa saya membawa koper sebesar itu. Sesampainya di guest
house Aysun menunjukan kamar tidur saya. Kamar tidurnya sempit, dengan dua
kasur, satu lemari dan kamar mandi. Lalu Aysun memperkenalkan saya kepada Talbot,
Nicola, dan Tatsuya.
Di
bawah ini adalah gambar guest house yang ditempati para volunteer.
Setelah mandi, saya bersama Talbot, Nicola, dan Tatsuya berjalan menuju rumah Aysun untuk makan malam bersama. Setibanya di rumah Aysun saya melihat meja makan besar yang penuh dengan hidangan ala Turki (ada sarma, mercimek, borek, dan bayak lagi) serta gelas yang berisi wine merah, namun untuk saya cukup air soda saja. Masakan Aysun sangat lezat, sepertinya memang semua wanita Turki itu pintar memasak. DI saat makan malam saya bertemu dengan Moth dan Mathilde yang menghabiskan sore tadi di dapur Aysun untuk membantu menyiapkan makan malam. Saya duduk di sebelah Mehmet, suami Aysun, selain menjalankan usaha peternakan bersama Aysun, Mehmet juga seorang guru musik di Istanbul kota. Kesan pertama saya, Mehmet itu orangnya ramah, namun dia agak jarang tersenyum, santai, dan pendiam, saya rasa mereka adalah pasangan yang sangat romantis dan saling melengkapi.
Setelah mandi, saya bersama Talbot, Nicola, dan Tatsuya berjalan menuju rumah Aysun untuk makan malam bersama. Setibanya di rumah Aysun saya melihat meja makan besar yang penuh dengan hidangan ala Turki (ada sarma, mercimek, borek, dan bayak lagi) serta gelas yang berisi wine merah, namun untuk saya cukup air soda saja. Masakan Aysun sangat lezat, sepertinya memang semua wanita Turki itu pintar memasak. DI saat makan malam saya bertemu dengan Moth dan Mathilde yang menghabiskan sore tadi di dapur Aysun untuk membantu menyiapkan makan malam. Saya duduk di sebelah Mehmet, suami Aysun, selain menjalankan usaha peternakan bersama Aysun, Mehmet juga seorang guru musik di Istanbul kota. Kesan pertama saya, Mehmet itu orangnya ramah, namun dia agak jarang tersenyum, santai, dan pendiam, saya rasa mereka adalah pasangan yang sangat romantis dan saling melengkapi.
Setelah
makan malam, kami pulang ke guest house dan tiba-tiba ada anjing besar yang
mengikuti kami dari belakang. Anjing milik Aysun itu bernama Mıtat, awalnya
saya takut dengan anjing tapi kemudian Rosana, volunteer dari Inggris yang datang
di hari kedua saya bekerja di sini, mengajarkan saya untuk tidak takut dan mengusap
kepala si Mıtat. Sejak saat itu saya tidak lagi takut dengan anjing bhakan saya
jadi suka memanggil dan mengusap kepala Mıtat.
Mengenai
system makan di sini, setiap dua hari dalam seminggu Aysun akan mempersilahkan
para volunteer untuk makan malam di rumahnya, jadi selama 5 hari para volunteer
bergilir menyiapkan sarapan dan makan malam di guest house untuk dimakan
bersama di meja makan. Aysun memberikan uang belanja setiap minggunya dan para
volunteer bergilir pergi ke pasar dan super market untuk membeli bahan makanan
selama seminggu. Untuk makan siang adalah masakan catering yang diantar ke
kantor peternakan, jadi para volunteer makan di kantor bersama seluruh pekerja
di peternakan.
Dahulunya
peternakan ini terjangkit bakteri yang membuat hampir semua sapi harus di
bunuh, hanya tersisa beberapa sapi yang kemudian dicuri. Aysun kembali
membangun peternakanya, dan kini peternakan ini sukses meraih banyak
penghargaan karena kebersihan dan kesehatan sapi-sapi di sini. Aysun memang
sangat memperhatikan kebersihan kandang serta kebahagiaan ternak, ia
memperlakukan sapi-sapi perah ini seperti manusia yang tidak boleh di perlakukan
kasar. Ada dua jenis sapi di sini, yaitu Fleckvieh (coklat putih) dan Holstein
(hitam putih).
Volunteer
diharapkan untuk bekerja selama 8 jam per hari dan mendapat satu hari libur
setiap minggu. Untuk volunteer, ada dua shift yaitu pagi dan malam. Untuk shift
pagi dimulai pukul 06.00 – 08.00, kemudian kembali lagi ke peternakan pukul
10.00 – 16.00. Shift malam dimulai pukul 10.00 – 18.00. Para volunteer tidak
boleh pulang ke guest house sebelum jam yang sudah ditentukan. Jam enam pagi tugas
volunteer yang mendapat shift pagi adalah menggiring sapi ke tempat pemerahan,
sebelum itu bisa ke kantor terlebih dahulu untuk minum teh. Saat sapi sedang
diperah susunya, para volunteer membersihkan kandang sapi dari kotoran yang
sudah membanjiri kandang.
Sapi-sapi
perah ini dibagi mejadi dua golongan dengan tempat yang terpisah sesuai dengan
rentan usia seperti gambar di bawah ini, sapi-sapi di sebelah kanan ini lebih
muda bandingkan dengan yang sebelah kiri.
Setelah
kandang bersih dan sapi selesai diperah, tugas volunteer adalah menggiring
sapi-sapi kembali ke kandang yang sudah bersih. Jika ada lebih dari dua
volunteer, maka volunteer yang lain akan membantu pekerja peternakan bernama
Ozkan yang ada di tempat pemerahan susu sapi. Ozkan yang juga tinggal di guest
house bertugas menjaga peternakan semalaman suntuk dengan senapanya dan
mengoperasikan pemerahan susu di pagi hari. Volunteer yang sudah handal bisa
membantu memasangkan alat pemerah namun bagi pemula cukup membantu membersihkan
puting-putting si sapi dengan antiseptik sebelum pasangi alat pemerah. Jika pemerahan
susu sudah selesai, volunteer membantu membersihkan tempat pemerahan. Susu yang
diperah akan secara otomatis disalurkan kedalam sebuah tangki pendingin.
Gambar
di bawah ini adalah tempat pemerahan susu, ada Moth dan Ozkan yang sedang sibuk
memasang alat pemerah.
Ini
adalah gambar tangki pendingin yang digunakan untuk menampung susu dari tempat
pemerahan.
Tugas
selanjutnya adalah memberikan susu ke anak-anak sapi yang dipisahkan dari induknya
dan masing-masing nank sapi ditempatkan di rumah kecil berwarna hijau. Susu
diambil dari tangki pendingin untuk ditempatkan di semacam kontainer beroda,
disebut taxi yang dilengkapi dengan
mesin pemanas. Kontainer dibawa ke dapur dan susu dihangatkan hingga suhu
tertentu, ini sangat penting agar anak sapi tidak terkena diare. Setelah
hangat, susu dimasukan ke dalam botol besar yang ditutup dot. Kemudian saatnya
memberikan botol-botol susu kepada anak sapi yang usianya baru beberapa hari
atau minggu, saat anak sapi minum susus, botol susus harus dipegangi dengan
benar. Untuk anak sapi yang berusia 1-2 bulan, susu akan di tempatkan ke dalam ember
yang bawahnya dipasang dot (lihat gambar dibawah).
Ini
adalah gambar saat anak-anak sapi sedang minum susu, terlihat rumah-rumah anak
sapi yang dilengkapi sepasang kotak hijau kecil di depan rumah untuk tempat air
dan jerami.
Sesudah
semua beres, maka botol-botol dan ember-ember susu dibawa ke sebuah ruang untuk
dibersihkan dengan air panas. Di bawah
Ini adalah gambar ruang tempat membersihkan dan menaruh botol dan ember.
Setelah
itu, saatnya volunteer shift pagi mengambil roti-roti yang dibawakan Zeynel
(pegawai tetap di kantor) setiap pagi dan mengambil susu dari tangki pendingin
untuk dibawa pulang ke guest house. Volunteer yang mendapat shift malam
menyiapkan sarapan dan menunggu volunteer shift pagi pulang ke guest house
dengan roti dan susu, kemudian semua volunteer sarapan bersama. Menu sarapan di
guest house adalah roti, aneka selai, yogurt, buah, susu, buah zaitun,
terkadang ada yang membuatkan omlet, pancake atau oatmeal. Setelah sarapan,
volunteer bisa bersantai sejenak, menonton TV atau bersiap-siap untuk pergi ke
peternakan pukul 10.00.
Pukul
10.00 semua volunteer diharapkan sudah berada di peternakan. Kegiatan di pagi
hari adalah memberi makan dan air anak-anak sapi di rumah hijau, membersihkan
kandang anak-anak sapi (usia > 2 bulan) yang berbentuk setengah lingkaran
berwarna putih seperti igloo. Anak sapi yang berusia diatas 2 bulan ditempatkan
di alam terbuka seperti gambar di bawah
ini.
Kantong-kantong
biru besar yang ada di gambar adalah simpanan rumput-rumput hijau yang dikumpulkan
saat musim panas. Makanan sapi dibedakan sesuai dengan usia. Usia 0-2 bulan
diberikan jerami yang sangat halus dan juga biji semacam vitamin mungkin. Usia
3-6 bulan diberikan jerami yang agak kasar dan juga biji. Sapi remaja, hamil
dan ibu sapi diberikan jerami biasa.
Kegiatan
selanjutnya adalah membersihkan kandang sapi remaja. Sapi remaja yang berusia 6
hingga 15 bulan ditempatkan di tempatkan di kandang yang berbeda. Di rentang
usia 12 hingga 15 bulan, jika sapi remaja ini menjadi agresif dan suka
menindihi pungung sapi yang lain, maka itu adalah tanda-tanda sapi telah siap
untuk di inseminasi atau di suntik kawin. Gambar di bawah ini adalah kandang
sapi remaja.
Selain
itu, ada juga kandang khusus untuk sapi yang hamil tua dan sapi yang sedang
sakit.
Jerami-jerami
yang ada di kandang sapi ini didistribusikan dengan truk. Jerami di peternakan
ini diolah dengan mesin besar yang berada di dalam ruangan tersendiri seperti
gambar di bawah ini.
Selesai
membersihkan kandang sapi remaja, saatnya mendorong jerami di kandang sapi
perah. Saat sapi sedang makan, mereka akan membongkar tumpukan jerami sehingga
jerami terdorong menjauhi kandang, maka jerami harus didekatkan kembali ke
kandang agar mudah di jangkau kepala sapi. Di bawah ini adalah gambar sikat
yang saya gunakan untuk mendorong jerami mendekati kepala sapi.
Jika
tidak ada lagi jerami yang perlu didorong, saatnya menyisir badan sapi. Kata
Aysun, sapi yang disisir akan merasa senang dan itu akan mempercepat kesiapan
sapi untuk di inseminasi. Aysun mempersilahkan para volunteer untuk menyisir
sapi sambil mengajak bicara atau menyayikan lagu untuk mereka, dia benar-benar
mencintai sapi-sapi ini. Kegiatan menyisir sapi adalah favorit saya memang,
sayapun tak jarang mengobrol dengan sapi-sapi itu. Bahagia ketika melihat sapi
yang saya sisir berjalan mengikuti saya karena dia ingin saya terus menyisir
badanya, dia bisa cemburu ketika saya menyisir badan sapi yang lain, manis
sekali ya sapi-sapi ini. Gambar di bawah ini diambil ketika saya menyisir sapi.
Volunteer
bisa beristirahat ke kantor untuk minum teh kapan saja, tidak ada larangan.
Makan siang dilakukan di kantor bersama dnegan pekerja lain. Gambar di bawah
ini adalah suasana ruang istirhat dan sekaligus ruang makan di kantor.
Berikut
ini adalah potret makan siang pada suatu hari. Gambar sebelah kiri adalah çorba (sup) yang dimakan dengan ekmek (roti) yang dicelupkan. Gambar
sebelah kanan adalah pilav (nasi),
patates (kentang), dan tavuk (ayam).
Setelah
makan siang, volunteer bisa kembali membantu para pekerja untuk mengolah
jerami, memngemas susu kedalam botol untuk dikirimkan ke kota, mendorong
jerami, atau menyisir sapi. Selama seminggu disana, hanya sekali saya bertugas
membantu dua ibu-ibu pekerja di peternakan yaitu Camile dan satunya lagi saya
lupa namanya.
Volunteer
bisa kembali ke guest house pukul 16.00 sore kecuali yang kebagian shift malam
untuk membantu pemerahan, membersihkan kandang, dan memberi susu anak sapi
hingga pukul 18.00. Volunteer yang kebagian shift pagi menyiapkan makan malam
di guest house. Menu makan malam bervariasi setiap hari tergantung siapa yang
memasak, dua hal yang pasti ada adalah salad dan susu. Terkadang kami juga
makan kelebihan makananan di kantor atau di rumah Aysun yang dibungkus rapi dan
disimpan di kulkas. Suatu hari Nicola
membuat salad yang dicampur jeruk dan diparuti keju, ternyata rasanya enak
juga. Ini adalah gambar salad ala Nicola bersama orangnya.
Talbot
pernah bereksperimen mebuat irisan kentang yang di balur dengan entah apa lalu
di oven, rasanya lumayan, untuk penampkan kentang panggang ala Talbot ini bisa
dilihat pada gambar di bawah ini.
Suasana
makan malam selalu menyenangkan, selalu ada obrolan mengenai banyak hal. Saya
beruntung menghabiskan seminggu di peternakan ini dengan teman-teman yang
menyenangkan. Di bawah ini adalah potret dari kebersamaan kami di guest house
saat makan malam.
Sebenarnya
ada lagi dua volunteer lain yang datang di hari ketiga saya disana, yaitu
seorang wanita Turki dan laki-laki India, mereka adalah sepasang kekasih, tapi
saya dan teman-teman lain tidak pernah mengobrol dengan mereka, karena mereka
sibuk merencanakan entah proyek apa dengan Aysun.
Satu
hari sebelum meninggalkan peternakan, saya ikut si Talbot untuk belanja
mingguan ke pasar tradisional. Pasar
tradisional di Turki sangat bersih, para pedagang berpakaian rapi bahkan ada
yang memakai jas, ada papan harga yang ditancapkan di atas dagangannya, ah saying
saya tidak membawa kamera. Di pasar ini saya membeli kacang almond setengah
kilogram.
Sekarang
saya ingin menuliskan kesan saya terhadap teman-teman volunteer di sini.
Rosana
atau Resie, berasal dari UK. Dia adalah vegetarian karena rasa kasihanya terhadap
hewan. Resie ini murah senyum dan sangat lemah lembut saat berbicara. Dia jago
memasak dan saya paling suka mendengarkan aksen Britishnya. Sebelumnya dia pernah menjadi volunteer di Spanyol
(kalau tidak salah), tepatnya dia membantu mengurus keledai-keledai yang
sakit.
Talbot
berasal dari USA, berpostur tinggi, rambut keriting, dan wajah klasik. Dia
ramah, dewasa, murah senyum, dan selalu memulai topik pembicaraan yang menarik. Talbot sudah lama menjadi volunteer
di sini. Saya senang bekerja dengan Talbot, karena dia selalu mengajarkan saya
hal baru dan menceritakan tentang
peternakan, sapi-sapi, dan hal menarik lainya.
Nicola
datang dari Kanada, pemuda luwes dan lembut, dengan rambut ikal sebahunys ia
terlihat menawan. Terkadang saya iri dengan Nicola, karena gestur bicara saya
tidak selembut dia. Dia masih sangat muda, masih suka bermain-main dan
terkadang mudah terbawa emosi. Dia baru seminggu tinggal di peternakan,
sebelumnya dia telah berwisata ke Eropa.
Tatsuya
pernah bercerita bahwa dia dipanggil Uci di Jepang, tapi saya lebih suka
memanggilnya Tatsuya walaupun namanya yang paling terakhir saya hafal diantara
yang lain. Dia adalah volunteer dari Jepang, kemampuan berbicaranya dalam
Bahasa Inggris sangat kurang, yah ini seperti yang disinggung dosen saya bahwa
biasanya orang Jepang itu sempurna dalam hal memahami dan menulis sesuatu dalam
Bahasa Inggris, namun sangat lemah dalam urusan berbicara. Tatsuya ini pemuda
yang sangat ramah, selalu tersenyum dan bahagia. Dia bercerita bahwa dia meninggalkan
pekerjaanya untuk berkeliling dunia, dia bahkan mengajak ibunya ke beberapa
Negara. Ada satu pengalaman Tatsuya yang sangat menarik, yaitu ketika dia
berada di Palestina ia menyaksikan ledakan bom yang sangat amat dekat denganya,
beruntung ia selamat. Tatsuya ini sangat pintar memotret layaknya fotografer
profesional, hasil jepretanya sangat amat bagus terlebih lagi gambar tersebut
diambil dari berbagai belahan dunia. Dia mengajarkan saya bagaimana teknik
mengambil gambar agar terlihat bagus. Walau sering kesulitan mengungkapkan
kata-kata, Tatsuya adalah lawan bicara yang menyenangkan.
Moth,
si gadis cantik berambut pirang kriting ini berasal dari Kuba. Dia orangnya
terlihat serius, Moth ini sudah cukup lama di sini, dulu ia pernah volunteer di
sini bersama dengan pacarnya, lalu dia kembali lagi ke peternakan ini sendiri.
Moth ini pernah bercerita bahwa dia adalah anak tunggal yang sudah diajak
travelling ke beberapa Negara sejak ia kecil. Saat sudah dewasa, ia bekerja di
restoran dan mengumpulkan uang untuk travel. Sebelumnya Moth menjadi volunteer
di Maroko, ia sempat bercerita pengalamanya. Dia selalu semangat bangun pagi
dan bergegas melakukan pekerjaan di peternakan, kadang saya dibangunkan Moth
saat saya kebagian shift pagi.
Semua
pekerja di sini berbahasa Turki, sehingga sayapun menggunakan bahasa Turki yang
ala kadarnya dan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan mereka. Saya suka
sekali mengobrol dengan Ozkan saat di guest house, dia selalu mengajak saya
berbicara bahasa Turki. Ozkan adalah orang Turki paruh baya keturunan Bulgaria
yang tinggal di guest house. Dia memang sedikit aneh (seperti gangguan mental)
tapi menurut saya, dia itu lucu dan baik, dia bahkan memberikan saya baju untuk
kenang-kenangan setelah saya memberikan dia gantungan kunci dari Singapore,
yang juga saya berikan kepada teman-teman volunteer yang lain.
Selain
Ozkan yang tinggal di guest house, ada juga Methilde. Methil dulunya adalah
volunteer di sini, namun saat saya disana, ia sudah satu setengah menadi
pekerja tetap di peternakan ini. Mathilde adalah orang Perancis, saya tidak
banyak berbicara denganya namun yang saya ingat adalah aksen Frenchnya yang kentara saat berbicara.
Pekerja yang lain yang selalu dibicarakan para
volunteer adalah adalah Tarik. Kata Aysun dan teman-teman yang lain, dia ini
adalah pemabuk dan sukanya teriak-teriak, intinya dia ini emosional.
Teman-teman volunteer selalu bermuka masam jika harus bekerja dengan Tarik.
Suatu hari saya kebagian membantu Tarik di tempat pemerahan susu. Ternyata
Tarik baik kepada saya, bahkan saat saya salah, dia malah mengajarkan saya
dengan senyum.
Sekilas
tentang kepercayaan masyarakat Turki mengenai jimat anti setan yang berbentuk
satu bola mata berwarna biru. Jimat ini di dalam Bahasa Inggris disebut Evil Eye. Di kantor peternakan ini ada
satu jimat Evil Eye yang dipasang di luar, bisa di lihat di gambar berikut ini.
Di
malam sebelum saya pulang, kami makan di rumah Aysun. Aysun baru dating dari
kota dan membawakan mie yang dibungkus kotak dari restoran temanya di Istanbul.
Inilah suasana makan malam di rumah Aysun.
Tanggal
11 Mei pagi, saya diantar Aysun ke stasiun bis. Saat saya membeli tiket, Cemile
dating membawakan jaket saya yang ketinggalan di mobil Aysun. Lalu, sayapun
naik bus menuju terminal bis di Istanbul untuk selanjutnya naik bus ke Bursa.
dari Ataturk airport ke peternakan sapi
Sesampainya di
Ataturk Airport, saya harus mengantri sekitar setengah jam lebih untuk urusan
keimigrasian. Banyak sekali turis-turis berdatangan dari daerah arab dan eropa,
karena memang bulan Mei udara mulai hangat di Istanbul. Ketika saya ingin ambil
troli untuk koper, ternyata dikunci yang bisa dibuka dengan semacam koin, yah
intinya kita perlu bayar buat pakai troli (menyebalkan bukan?). akhirnya saya
tidak pakai troli karena ribet dan saya saat itu belum menukar uang saya ke
mata uang Turki, yaitu Lira. Sebenarnya dari bandara saya ingin menghubungi
teman saya untuk mengantarkan saya ke terminal bis, namun karena mendapatkan
akses wifi di airpot ini tidak semudah di Singapur, saya memtuskan untuk pergi
ke terminal bis sendiri. Di airport, saya membeli kartu perdana untuk berkomunikasi selama di Turki. Harga
kartu perdana memang jauh lebih mahal di airport, hufft tapi terpaksa saya harus
beli disini, kartu perdana yang saya beli adalah Avea (internet 2GB, dan gratis beberapa sms serta telepon) dengan
harga 27 Dollar Amerika, bahasa Turkinya çok
pahalı yaaa… mahal sekali yaaa. Setelah membeli kartu perdana saya menukar
uang di airport dengan nilai tukar kurang lebih 1 USD = 2 TL (Turkish Lira).
Keluar dari airport, saya mencari stasiun metro namun saya tidak menemukan tanda-tandanya,
saya bertanya kepada security di airport hingga dua kali dan kedua-duanya tidak
bisa berbahasa inggris mereka
menjelaskan dengan Bahasa Turki dan isyarat tangan, saya mengikuti
isyarat nya namun tetap tidak menemukan ada tanda keberadaan stasiun
metro. Tidak mungkin naik taksi,
Istanbul terkenal dengan kemacetan yang luar biasa dan otomatis tarif taksi
jadi selangit. Saya terus berjalan menyusuri pintu luar airport kemudian
seorang bapak menyapa saya dan bertanya say hendak kemana dengan Bahasa
Inggris, saya jelasksan saya mencari metro stasiun dan bapak Turki itu pun
mengantarkan saya hingga saya melihat papan petunjuk menuju metro stasiun. Metro stasiun ada di lantai dasar airport.
Di stasiun metro, saat menggunakan mesin penukaran uang
dengan token yang berbahasa Turki, saya pun bingung. Lalu saya meminta bantuan kepada orang Turki
sekitar untuk menggunakan mesin itu. Setelah mendapatkan token dengan uang 3
Lira, saya masuk gerbang dan melihat papan jalur metro. Saya bingung harus naik
jalur merah atau hijau, saat itu saya bertanya kepada laki-laki yang membuka
peta kota Istanbul lengkap dengan jalur metro. Laki-laki tersebut adalah Turis
dari Chile(kalau tidak salah), dia bilang bahwa tujuan saya, Otogar (stasiun bis),
kebetulan searah dengan tempat tujuanya, Istiklal street. Kami pun naik metro
jalur merah, di dalam kita berbincang-bincang, ternyata dia pernah ke Indonesia
untuk insternship dan dia di Istanbul hanya transit saja. Setelah turis dari
Chile itu turun, saya berbincang dengan cowok Turki yang berdiri disebelah
saya, dia sangat baik bersedia menujukkan tempat dimana saya harus turun.
Namanya Gokhan (kalau tidak salah), dia baru pulang dari Roma untuk pertukaran
pelajar katanya. Saya bertanya dimana saya bisa membeli kartu untuk naik metro,
dan dia malah memberikan saya kartu miliknya yang masih bisa digunakan 2 hingga
3 kali. Saya menolaknya dengan halus, namun dia memaksa untuk memberikan
kartunya, dia bilang dia masih punya 2 kartu lagi di rumah, jadilah saya terima
kartu itu.
Istanbul Kart ini bisa dipakai untuk naik segala bentuk
transportasi umum kecuali dolmus (semacan angkot).
Setelah saya turun
dari Metro, ada laki-laki Turki berkemeja putih layaknya orang yang baru pulang
kerja bertanya saya hendak kemana dan mengajak saya untuk berjalan-jalan dengan
dia, saya ingat orang ini tadinya mengamati saya di dalam metro saat saya berbincang
dengan Gokhan. Llaki-laki itu aneh, saya pun langsung lari mencari tempat
pembelian tiket bis.
Sebelum membeli tiket bis, saya melihat ada semacam café
(dalam Bahasa Turki disebut Lokanta)
bernama Demirbaş
Büfe, dan memutuskan untuk duduk minum 2 cangkir teh dulu sambil membuat
catatan kecil dan menikmati udara sore di Turki yang spoi-spoi.
Ini adalah gambar café ala Turki. Banyak café yang
kursi-kursinya di tata luar karena memang udara luar tidak banyak polusi.
Kalau ini adalah çay
atau teh Turki. Orang Turki selalu minum teh setiap saat, pokoknya tiada hari
tanpa teh, dan minumnya dengan gelas kecil yang berbentuk seperti tulip ini. Satu gelas teh dihargai 2 TL (Rp.12.000).
Terminal bus di sini tertata rapi dan bersih. Di Turki,
penumpang duduk di nomor kursi yang telah tertulis di tiket. Selain itu, di
sini penumpang laki-laki duduk dengan sesama laki-laki, begitu juga dengan
penumpang wanita, ini adalah sistem islami di Negara sekuler. Untuk bis antar
provinsi atau kota biasanya dilengkapi dengan entertaining screen, headphone,
wifi dan seorang pramusaji laki-laki tampan yang akan memberikan minuman dan
snacks ke penumpang. Dari pengamatan saya, bis antar kota yang paling murah
adalah Metro namun entertaining
screen dan head-phone nya sering tidak berfungsi, ada juga bis Pamukkale
yang lebih nyaman dan lebıh mahal tentunya (lantai bis dari kayu dan semua
perangkat hiburan berfungsi), pilihan lainya adalah bıs Koç yang harganya juga tıdak semurah Metro.
Gambar dibawah ini adalah dertan tempat penjualan tiket
bis di stasiun Esenler, ada banyak sekali, tinggal pilih ingin naik servis bis
yang mana. Nah, busnya ada di balik gedung ini, jadi setelah beli tiket dan
mendapatkan nomor kursi, para penumpang menuggu di belakang tempat pembelian
tiket.
Setelah
saya selesai minum teh, saya pergi mencari papan perusahaan bis jurusan Cerkezköy. Seperti terminal di
Indonesia, banyak bapak-bapak dan mas-mas di depan konter tiket bertanya saya
mau kemana. Saya berhenti dan menjawab pertanyaan pak tua pegawai perusahaan
bis Metro, saya tanya di mana toilet umum. Dia menunjukan saya dan menawarkan
agar koper dan ransel saya dititipkan di kantornya, lalu saya titipkan barang-barang
saya. Saat saya berjalan ke toilet saya bebarengan dengan seorang pelayan yang
mengantarkan teh saya tadi dan anehnya saat saya keluar dari toilet, mas
pelayan tadi berdiri di depan toilet wanita dan tersenyum kepada saya (saya pun
kaget dan berfikir mas ini aneh sekali ya), tanpa berkata-kata saya kembali ke
kantor bis Metro untuk mengambil barang saya. Saya kembali bertanya apa nama
bis jurusan Cerkezköy,
bapak tua yang baik itu menuliskan dan menunjukan kantor bis YONCA kepada saya.
Saya membeli tiket di YONCA, ini adalah servis bis yang
akan saya gunakan menuju Cerkezköy, ke tempat volunteer yang pertama, yaitu
peternakan sapi. Harga tiket bis ini adalah 17 TL.
Di dalam bus, saya duduk dengan seorang ibu bernama
Muradiye Turgud. Ibu itu mengajak saya ngobrol dengan Bahasa Turki, saya bisa
mengerti sedikit-sedikit menjawab sebisa saya dengan bantuan kamus di tablet
saya. Ibu itu langsung mengakrabkan diri dengan saya, dia menceritakan anak
perempuanya yang seumuran dengan saya, menunjukan fotonya, bahkan dia meminta
buku catatan kecil yang saya pegang untuk menuliskan nomer teleponya. Ibu itu
berpergian dengan suaminya yang duduk tepat di depan kami, dari sini saya tahu
bahwa di Turki penumpang berlainan gender tidak boleh duduk bersama bahkan
pasangan suami istri sekalipun.
Sepanjang perjalanan saya melihat bukit-bukit nan hijau,
masjid cantik, dan beberapa rumah. Setelah sekitar 1 jam perjalanan saya turun
di tengah jalan, yaitu di desa büyükcavuslu,
dı sana Aysun, sang empunya peternakan, telah menunggu saya bersama mobilnya.
Labels:
backpacker,
travelling,
Turkey,
Turki,
Turkiye,
workaway
Dari Changi airport hingga Ataturk airpor
English version dari cerita ini bisa dilihat di sini.
Berangkat dari Changi airport ditemani Zakia dan Jawa,
teman-teman terdekat saya selama di Singapur. Saya ingin mengurus tax reimbursement sebelum check-in untuk tablet yang saya beli
satu bulan sebelumnya. Saat di depan mesin untuk scan passport dan receipt pembelian,
saya dipersulit oleh security yang
berargumen bahwa saya tidak bias melakukan reimbursement karena satu dan lain
hal, saya tidak ingin lama-lama berargumen karena sudah mepet waktu check in, akhirnya saya putuskan untuk mengikhlaskannya (sepulangnya dari
Turki saya iseng coba tax reimbursement sebelum masuk imigrasi, disana tidak
ada security, dan ternyata BISA. Lumayan dapat cash back 25 Dollar Singapur).
Tepat pukul 21.25 pesawat saya take off menuju ke Dubai International Airport, karena ini bukan
drect flight jadi saya harus transit di Dubai selama 11 jam. Perjalanan saya
dari Singapur ke Dubai kali itu lancar dan memakan waktu 7,5 jam. Saya merasa
bahagia entah kenapa, mungkin karena pertama kalinya naik pesawat yang memakai
Bahasa Arab selain Bahasa Inggris sebagai instruksi.
Sesampainya di Dubai, ini adalah penampakan Dubai di
tengah malam diambil dari pesawat (agak kabur fotonya) dan siang hari saat akan take off ke Turkey.
Dari pengamatan saya mayoritas petugas airport mulai dari security checking sampai tukang bersih-bersih disini adalah orang Asia yang dari penampilanya serupa dengan orang Filipina atau Indonesia. 11 jam di Airport saya habiskan dengan duduk, jalan keliling airport, makan, tidur di lantai karena kursi tidur semuanya sudah full. Tidur di lantai, apa tidak ditegur petugas Airport? Awalnya saya pikir begitu, tapi ketika saya menemukan beberapa backpacker berkulit putih yang tertidur pulas di lantai, saya pun langsung ikut-ikutan tidur berselimut di lantai, untungnya saya membawa turun selimut yang disediakan di pesawat tadi. Sebenarnya, saya ingin keluar Airport dan jalan-jalan melihat Dubai selama 11 jam itu, namun apa daya tidak ada Visa on Arrival untuk Passport Indonesia.
Setelah puas tidur di lantai, saya cari makan di sini
nih, Bahasa Arabnya MaakDuuNaaLDZ, alias McDonald’s.
Karena malas makan burger dan antri di dalam, saya beli
kue brownies dan cappuccino di bagian luar, harga di papan memang menggunakan kurs
dubai, tetapi kasir di sana juga menerima dollar walaupun harga akan lebih
tinggi sedikit. Harga kue dan minuman saya ini sekitar 4 Dollar Amerika.
Lagi-lagi saat saya makan bersebelahan dengan dua orang
cewek Filipina (serasa di Filipina saking banyaknya orang Filipina). Setelah
kenyang, saya muter-muter airport lagi hingga waktu boarding tiba. Pukul 11.20
pesawat saya take off menuju Ataturk
Airport. Membutuhkan waktu 4,5 jam untuk
akhirnya sampai ke Istanbul.
Labels:
backpacker,
travelling,
Turkey,
Turki,
Turkiye,
workaway
Subscribe to:
Posts (Atom)